Presiden Soeharto (Presiden Indonesia) pernah berkata kepada mahasiswa
(1970) : “Bagi saya kepresidenan adalah pekerjaan yang berat. Engkau tahu bahwa
pada mulanya saya enggan menerimanya. Saya menerimanya hanya karena rakyat
mendesakkannya kepada saya.”
**** Sumber
: Buku, “Biografi Presiden Soeharto”;O. G Roeder;Penerbit Gunung Agung; 1976
Vaclav Klaus (PM Republik Ceko) : “Pemimpin-pemimpin potensial
harus merumuskan dan menjual kepada warganya suatu visi positif tentang masyarakat
di masa depan.”
Lee Kuan Yew (PM Singapura) : “Kami memutuskan apa yang benar,
tidak peduli apa yang orang lain pikirkan.”
****Sumber : The Marketing of Nation; Philip Kotler,
Somkid Jatusripitak, Suvit Maesincee; PT Prenhallindo;1997
Ketahanan Bung Karno
Dr. Raden Soeharto, dokter pribadi Bung Karno
bercerita bahwa menjelang pembacaan teks proklamasi tahun 1945 dulu Bung Karno
dalam keadaan sakit. Bung Karno sedang kumat malarianya. Beberapa menit sebelum
teks proklamasi dibaca, beliau masih dalam keadaan tidur dengan panas suhu
tinggi. Waktu itu tak seorangpun yang berani membangunkan beliau. Dan
mengingat waktu yang telah ditetapkan untuk pembacaan teks proklamasi
sudah mepet, maka takut-takut saya beranikan untuk membangunkannya. Setelah itu
saya suntik dan saya kasih tablet, penderitaannya agak berkurang. Setelah Bung
Karno bisa bangun, kemudian Pak Latip Hendraningrat menjemput Pak Hatta, dan
setelah Pak Hatta datang berlangsunglah pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dengan upacara Pengibara Merah Putih di Jl. Pegangsaan Timur 56
Jakarta. Saat-saat itulah yang merupakan saat yang paling bersejarah bagi
bangsa Indonesia setelah ratusan tahun dijajah.
Ketahanan Bung Karno terhadap sakit ini pernah pula
beliau tunjukkan pada suatu rapat umum di Ternate. Seperti biasa di atas
panggung selalu kelihatan charming dan segar bugar. Dan dengan penuh semangat
beliau berpidato dengan semangat berapi-api (dan ini memang merupakan ciri khas
Bung Karno sebagai orator). Tetapi ketika selesai pidato dan turun panggung,
menurut dokter pribadinya, Bung Karno terpaksa merangkak. Karena ternyata
beliau sakit. Dan orang tidak tahu bahwa saat berpidato tadi, sebenarnya Bung
Karno sambil menahan sakit.
****Sumber : Buku “Bung Karno! Perginya Seorang
Kekasih Suamiku & Kebanggaanku”; Aneka Ilmu; Semarang; 1978
Kebiasaan Bung Karno
Menjadi kebiasaan Bung Karno apabila menghadapi
persoalan yang ruwet, ada dua jalan pemecahannya yang merupakan ciri khas
dari Bung Karno. Kalau tidak wayangan di istana, dan selalu berdialog
dulu dengan dalangnya. Yang dibuat dialog adalah persoalan yang
sedang dihadapinya. Dan persoalan itulah yang nantinya dituangkan dalam
lakon cerita wayang tersebut. Sedang kalau jalan-jalan, biasanya menyusur
pematang-pematang sawah di tegalan seorang kyai di Sukanegara Jawa Barat.
Kegemaran Bung Karno untuk berkomunikasi tentang agama dengan kyai sudah sejak
dulu. Saat beliau masih dalam pembuangan di Ende, Flores. Biasanya jalan-jalan
ke tempat kyai pada malam hari, berangkat dari Jakarta sekitar tengah malam
dan pagi harinya sudah berada kembali di istana. Sehingga orang tidak
tahu bahwa semalam Bung Karno pergi jalan-jalan.
****Sumber : Buku “Bung Karno! Perginya Seorang
Kekasih Suamiku & Kebanggaanku”; Aneka Ilmu; Semarang; 1978
Filsafat Singapura
Jika tidak dapat menjadi tujuan akhir dari
barang-barang. Singapura masih dapat menjadi tempat persinggahannya. Bahkan
jika tidak dapat menyerap banyak industri besar dalam batas-batas negaranya,
Singapura dapat memudahkan dan membantu mengelola operasi-operasi industri di
lokasi-lokasi yang dekat.
**** Sumber : Buku “The Marketing Of Nations-Pemasaran
Keunggulan Suatu Bangsa”; Philip Kotler & Friends; 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar