Rabu, 01 Oktober 2014

LEADER OF NATIONS




Presiden Soeharto (Presiden Indonesia)  pernah berkata kepada mahasiswa (1970) : “Bagi saya kepresidenan adalah pekerjaan yang berat. Engkau tahu bahwa pada mulanya saya enggan menerimanya. Saya menerimanya hanya karena rakyat mendesakkannya kepada saya.” 

**** Sumber : Buku, “Biografi Presiden Soeharto”;O. G Roeder;Penerbit Gunung Agung; 1976

Vaclav Klaus (PM Republik Ceko) : “Pemimpin-pemimpin potensial harus merumuskan dan menjual kepada warganya suatu visi positif tentang masyarakat di masa depan.”

Lee Kuan Yew (PM Singapura) : “Kami memutuskan apa yang benar, tidak peduli apa yang orang lain pikirkan.”

****Sumber : The Marketing of Nation; Philip Kotler, Somkid Jatusripitak, Suvit Maesincee; PT Prenhallindo;1997

Ketahanan Bung Karno

Dr. Raden Soeharto, dokter pribadi Bung Karno bercerita bahwa menjelang pembacaan teks proklamasi tahun 1945 dulu Bung Karno dalam keadaan sakit. Bung Karno sedang kumat malarianya. Beberapa menit sebelum teks proklamasi dibaca, beliau masih dalam keadaan tidur dengan panas suhu tinggi. Waktu itu tak seorangpun yang  berani membangunkan beliau. Dan mengingat waktu yang telah ditetapkan untuk  pembacaan teks proklamasi sudah mepet, maka takut-takut saya beranikan untuk membangunkannya. Setelah itu saya suntik dan saya kasih tablet, penderitaannya agak berkurang. Setelah Bung Karno bisa bangun, kemudian Pak Latip Hendraningrat menjemput Pak Hatta, dan setelah Pak Hatta datang berlangsunglah pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan upacara Pengibara Merah Putih di Jl.  Pegangsaan Timur 56 Jakarta.  Saat-saat itulah yang merupakan saat yang paling bersejarah bagi bangsa Indonesia setelah ratusan tahun dijajah.

Ketahanan Bung Karno terhadap sakit ini pernah pula beliau tunjukkan pada suatu rapat umum di Ternate. Seperti biasa di atas panggung selalu kelihatan charming dan segar bugar. Dan dengan penuh semangat beliau berpidato dengan semangat berapi-api (dan ini memang merupakan ciri khas Bung Karno sebagai orator). Tetapi ketika selesai pidato dan turun panggung, menurut dokter pribadinya, Bung Karno terpaksa merangkak. Karena ternyata beliau sakit. Dan orang tidak tahu bahwa saat berpidato tadi, sebenarnya Bung Karno sambil  menahan sakit.

****Sumber : Buku “Bung Karno! Perginya Seorang Kekasih Suamiku & Kebanggaanku”; Aneka Ilmu; Semarang; 1978

Kebiasaan Bung Karno

Menjadi kebiasaan Bung Karno apabila menghadapi persoalan yang  ruwet, ada dua jalan pemecahannya yang merupakan ciri khas dari Bung Karno. Kalau tidak wayangan di istana, dan selalu berdialog dulu  dengan dalangnya. Yang dibuat dialog adalah persoalan yang sedang  dihadapinya. Dan persoalan itulah yang nantinya dituangkan dalam lakon cerita wayang tersebut. Sedang kalau jalan-jalan,  biasanya menyusur  pematang-pematang sawah di tegalan seorang kyai di Sukanegara Jawa Barat. Kegemaran Bung Karno untuk berkomunikasi tentang agama dengan kyai sudah sejak dulu. Saat beliau masih dalam pembuangan di Ende, Flores. Biasanya jalan-jalan ke tempat kyai pada malam hari, berangkat dari Jakarta sekitar tengah malam dan  pagi harinya sudah berada kembali di istana. Sehingga orang tidak tahu bahwa semalam Bung Karno pergi jalan-jalan.

****Sumber : Buku “Bung Karno! Perginya Seorang Kekasih Suamiku & Kebanggaanku”; Aneka Ilmu; Semarang; 1978


Filsafat Singapura

Jika tidak dapat menjadi tujuan akhir dari barang-barang. Singapura masih dapat menjadi tempat persinggahannya. Bahkan jika tidak dapat menyerap banyak industri besar dalam batas-batas negaranya, Singapura dapat memudahkan dan membantu mengelola operasi-operasi industri di lokasi-lokasi yang dekat.

**** Sumber : Buku “The Marketing Of Nations-Pemasaran Keunggulan Suatu Bangsa”; Philip Kotler & Friends; 1997


Tidak ada komentar:

Posting Komentar